Escavatormu Inspirasiku

Orang bijak adalah yang mampu mengkondisikan kesempitan menjadi kelapangan, merubah aib menjadi ajaib, kerugian menjadi keuntungan, mengalihkan ketidakmampuan dengan suatu alternatif yang soluktif. Sebaliknya orang bodoh selalu membesar-besarkan hel sepele, menganggap dirinya terus-menerus dalam kesempitan, merasa hanya dia sendiri yang punya masalah.

Nabi Muhammad ketika terusir dari kampung halamannya Makkah, memutuskan menetap di kota kecil Madinah dan membangun kota tersebut menjadi kota dengan tatanan sosial yang mutakhir, bahkan menjadi bahan rujukan umat Islam sampai sekarang. Ibnu Aatsir ketika diPHK dari jabatannya di kekhalifahan, justru menyelesaikan karya monumental berjudul Jami'ul Ushul dan an-Nihayah. Tokoh lain adalah Lance Amstrong yang menderita kanker dan divonis 75% mati, tapi justru memenangi Tour de France ( balap sepeda paling bergengsi ) 6 kali berturut-turut setelah dia punya motivasi untuk sembuh. Bahkan karena rasa "syukurnya" dia medirikan yayasan kanker sebagai solusi dan tempat sharing bagi mereka yang senasib dengannya. Cukuplah bagi kita mengambil teladan bagaimana orang-orang besar merubah kesulitan menjadi suntikan semangat untuk berkarya, bekerja dan harapan untuk sukses.
Tiga hari yang lalu, saya diajak rekan saya pengurus bidang da’wah ektern (luar kampus) untuk menyambangi asrama khusus karyawan dari sebuah perusahaan swasta Indonesia yang beroperasi di Libya. Jarak tempuh lokasi tersebut dari kampus yang saya huni kira 30 km. Sesampai di lokasi, bapak-bapak karyawan mulai memanggil kawan-kawan mereka dan menyiapkan tempat acara. Sembari menunggu kesiapan peserta dan tempat acara, kami dijamu di sebuah ruangan oleh beberapa karyawan yang memang telah terbiasa mengkoordinir acara tersebut. Dari bapak-bapak inilah saya mendengar berbagai cerita seputar pekerjaan mereka, seputar perusahaan mereka, seputar keluarga mereka, dan seputar harapan mereka. Adapun tentang perusahaan, tempat mereka bekerja tersebut nampaknya sedang mengalami masa suram. Terbukti dengan banyaknya tunggakan gaji yang belum dibayarkan kepada para karyawannya. Ratusan karyawan mengaku belum mendapat bayaran gaji 3-5 bulan, bahkan ada yang lebih. Karyawan yang tidak krasan memilih untuk pulang dengan kocek pribadi daripada terkatung-katung di Libya tanpa gaji yang jelas. Sebenarnya hal ini bukan pertama kali saya dengar, beberapa waktu yang lalu kabar serupa juga pernah saya dengar dari karyawan lain. Sikap para karyawanpun mulai sinis dengan perusahaan, dan terkesan sudah enggan untuk berangkat kerja. Setiap kali ada pekerjaan, mereka melakukan tawar-menawar terlebih dahulu seputar waktu pembayaran atas keringat mereka. Sikap yang wajar mengingat bapak-bapak ini juga memiliki tanggungan keluarga di Indonesia yang menanti nafkah mereka. Belum ditambah dengan sering telatnya uang makan bagi karyawan. Segudang problem ini akhirnya menjadikan jamuan singkat sebelum acara tersebut menjadi moment sharing dan curhat diantara kami. Saat itulah entah mengapa saya merasa kecil di antara mereka. Merasa bahwa ternyata problem-problem kecil di kampus_yang sering membuat saya jengkel_ tidaklah seberapa dengan apa yang diceritakan bapak-bapak tersebut.
Namun ada yang lebih dari sekedar itu semua. Yaitu, salah satu cerita dari seorang karyawan(sebut saja Hasan) seputar kegiatan dia sehari-hari pasca terputusnya rantai gaji dari perusahaan yang membuat saya sangat terkesan . Pak Hasan ini sehari-harinya mengoperasikan escavator, alat berat yang sangat identik dengan pekerjaan berat pula. Seperti karyawan lainnya, sebenarnya pak Hasan juga merasa kecewa dengan nihilnya komitmen dari perusahaan. Tetapi, pak Hasan tidak serta merta memutuskan mogok kerja. Pak Hasan lebih senang untuk tetap bangun pagi dan beraktifitas bersama ezcavator kesayangannya. Kemampuannya  mengoperasikan escavator ia dapat dari rasa ingin tahunya. Semula pak Hasan hanyalah kuli biasa, dan ketika melihat gagahnya orang yang berada di dalam “kokpit” escavator, iapun termotivasi untuk bisa.
sama-sama sarapan nasi kok, masa iya? dia bisa, saya nggak” tuturnya. Semenjak menguasai pengoperasian escavator, ia lebih sering kerja awal sebelum kuli datang dan bertugas mengawali pekerjaan-pekerjaan berat yang nantinya akan diteruskan oleh kuli tersebut.
“Ya lumayanlah, kawan-kawan kepanasan ato kedinginan, saya nyaman di dalam kokpit escavator” selorohnya.
Meski demikian, pekerjaannya tidak bisa dianggap enteng, harus selalu bangun lebih awal dan tidak terlambat beroperasi adalah tuntutan bagi dia. Mungkin karena itulah, ia memarkir ezcavator khususnya persis di sebelah kamarnya.
Nah, dalam keadaan vacum seperti ini, pak Hasan tidak kehilangan kebiasaan sehari-harinya tersebut. Mengetahui bahwa nasibnya sama seperti kawan-kawannya yang lain, iapun tetap berusaha menyukai profesinya. Ia jalankan aktifitas sehari-harinya dengan modal kecintaan. Cinta bekerja, dan cinta escavator. Dengan tetap menaruh hormat kepada yang lain, nampaknya “cik” Hasan ini lebih bisa memotivasi dirinya dan lawan bicaranya. Gaya pak Hasan dalam berinteraksi dengan masalah ini, saya putuskan untuk menjadi tema utama siraman rohani. Pak Hasan juga termasuk di antara peserta pengajian, namun nampaknya ia tidak sadar kalau ilmunya saya curi...hihihihi.







0 Response to "Escavatormu Inspirasiku"

Posting Komentar