Fleksibilitas Umar R.A



Beberapa waktu yang lalu, saya diminta Lajnah bahs Masa’il PCI NU Libya untuk mengisi sebuah diskusi ilmiah. Diskusi itu sendiri dirancang untuk sabagi ajang saling tukar wacana. Karena target diskusi adalah demikian, maka sayapun menempatkan diri saya semakai pewacana yang menawarkan sebuah kerangka berpikir untuk didiskusikan, dan bukan narasumber yang hanya menyampaikan informasi satu arah. Tema yang saya wacanakan dalam kesempatan kali ini adalah Fleksibelnya Khalifah Umar R.A. Saya berharap agar dengan wacana yang saya bawa ini, logika para hadirin bisa hidup dan memunculkan wacana-wacana lain yang bermanfaat di kemudian hari.
A.                  Beberapa hukum yang diputuskan oleh Umar setelah Nabi r wafat
1.      Perubahan hukum sesuai dengan perubahan maslahat.
a.      Saham/bagian bagi muallaf
Muallaf merupakan satu diantara beberapa golongan yang berhak menerima zakat dan lainnya. Namun Khalifah merubah aturan ini.
Analisa :                                                        
Ketetapan dari khalifah ini diambil karena maslahat yang tersirat dalam pembagian jatah bagi para muallaf dianggap sudah berubah. Hal itu karena umat Islam sudah semakin dominan dan kekuatan ekonominya pun semakin mapan. Keadaan ini tentu berbeda ketika masa-masa awal Nabi  r ,dimana umat Islam masih minoritas dan membutuhkan berbagai macam cara untuk memotivasi publik agar masuk Islam, salah satunya dengan kebijakan Qur’an memberi porsi bagi para muallaf. Target dan kemaslahatan yang telah berubah ini ditangkap khalifah Umar dengan mengubah kebijakannya pula.
b.      Tarawih Berjamaah
Sebenarnya tarawih berjamaah sempat dilaksanakan Rasulullah r selama tiga malam. Namun,karena Nabi r takut akan anggapan sahabat bahwa tarawih menjadi fardlu, nabirpun melanjutkan tarawih di rumahnya. Khalifah Umar kembali menhidupkan tarawih berjamaah ini.
Analisa :
Umar melihat bahwa ketakutan Nabi r sudah tidak menemukan relevansinya di jaman Umar R.A. Hal itu tentu saja karena pensyariatan fardlu dan sunnah sudah selesai ketika nabi wafat. Sebab lain adalah karena ramainya masjid di bulan ramadhan dengan qiyamul lail namun dengan cara individual. Umar bertekad untuk menyatukan semangat sahabat tersebut dengan dipimpin oleh satu imam.[1]
c.       Hukuman bagi pemabuk
Umar R.A menambah hukuman bagi pemabuk, dari 40 cambukan (dijaman Nabi r  dan Abu bakar R.A) menjadi 80
Analisa :
Masa kekhalifahan Umar R.A dipenuhi dengan expansi da’wah ke beberapa wilayah seperti Syam dan Iraq. Kedua daerah tersebut terkenal dengan keadaan tanah yang subur yang memungkinkan untuk menamanm berbagai jenis buah-buahan termasuk anggur(yang nantinya diolah menjadi khamr).Realitanya memang semakin banyak peminum khamr karena hal tersebut. Dan hukuman 40 cambukan menjadi disepelekan. Untuk meminimalisirnya diperketatlah aturan mengenai hukuman bagi pemabuk[2].
d.      Menangguhkan Had bagi pencuri masa paceklik.
Umar sempat mengangguhkan potong tangan bagi pencuri ketika masa paceklik. Bahkan Umar R.A juga menulis mandat kepada Sa’ad bin Abi Waqsh agar membatalkan hukum potong tangan bagi salah seorang yang kedapatan mencuri harta baitul mal[3].
Analisa :
Ada kaidah mengatakan “al hudud tudra’u bi assyubuhat” (had ditangguhkan karena hal2 yang bias). Barangkali Umar R.A melihat bahwa kebutuhan pokok pencuri tersebut memaksa dia untuk melakukan pencurian. Meskpipun hal ini(pencurian)tidak dibenarkan, namun hal darurat tersebut cukup beralsan untuk penangguhan pelaksanaan potong tangan
e.      Seputar Thalaq Tiga
Umar menganggap bahwa talaq 3 (anti toliq 3x)yang diucapkan dalam satu waktu dihukumi sebagai talak tiga[4].
Analisa:
Umar ingin menjadikan tali pernikahan sebagai sesuatu yang suci. Di lain pihak, para suami sudah semakin gampang mengucapkan talaq. Karena itulah Umar berusaha menjadikan tolaq sebagai sesuatu yang tidak boleh dianggap remeh.

2.      Seputar Adzan
a.      Umar R.A menambahkan lafadz “Assolatu Khoirun min an naum” pada solat subuh[5]
Analisa ;
Tidak memungkinkan bagi saya untuk menganalisa ini secara mendalam. Mungkin hanya sebatas motivasi bagi umat Islam untuk berjamaah subuh dan meninggalkan tidur mereka.
b.      Umar meniadakan lafadz “Hayya ala Khoiril amal”. Kalimat ini diucapkan setelah “hayya ‘ala al falah” di jaman sebelumnya.
Analisa :
Supaya umat muslim tidak mencukupkan diri dengan solat dan menganggap solat sebagai akhir dari khoirul amal lantas melupakan jihad fi sabilillah yang dalam kacamata Umar sangat urgen.

3.      Langkah2 Politis Umar R.A
a.        Pendirian Dewan
Langkah ini diambil setelah semakin banyaknya urusan-urusan negara yang tidak mungkin diselesaikan oleh khalifah seorang diri.
b.        Mengaudit harta kekayaan para wali/gubernur
Hal ini tentu adalah langkah antisipasi Umar untuk mencegah terjadinya korupsi
c.         Mengalihkan alokasi ghanimah
Pembagian ghanimah(harta rampasan perang)diatur dalam Agama dengan pembagian 1/5 bagi kepentingan umat dan 4/5 nya dibagi rata bagi para mujahidin yang ikut berperang. Umar R.A tidak membagi 4/5 sebagaimana mestinya.
Analisa :
Khalifah melihat bahwa daerah-daerah yang baru dikuasai umat Islam membutuhkan penopang dana untuk mempertahankan eksistensinya. Mulai dari penempatan tentara, pengaturan tata kota, hingga biaya perawatan fasilitas-fasilitas umum. Khalifah mengalokasikan 4/5 ghanimah tadi untuk biaya-biaya tersebut[6].


B.      Analisa Umum
Khalifah Umar R.A adalah agamawan yang sangat fleksibel. Beberapa hal yang dilakukannya apabila dilihat dari kacamata pure Islam terkesan menyalahi nash qur’ani maupun hadits. Namun, Umar menangkap hal yang lebih jauh dari sekedar nash-nash tersebut. Semangat dan esensi nash berikut maqashidus syari’ah nampaknya ditangkap Umar dengan baik. Hal ini tidaklah lants menafikan kapabilitas Nabi r  dalam hal ini, Nabi tetaplah tokoh yang cerdas dan relistis. Hukum yang ada pada masa Nabi tentu sesuai dengan keadaan umat dan fase da’wah yang sesuai. Umar hanya sedikit menyesuaikan hukum-hukum tersebut sesuai fase yang ia alami dengan situasi dan kemaslahatan umat. Ijtihad Umar dan ijtihad sahabat lainnya dikemudian hari dirumuskan oleh ulama dalam bentuk kaidah-kaidah ushul fiqh. Dan jauh sebelum kaidah itu dibukukan, Umar R.A memahami poin-poin kaidah tersebut dengan sangat detil.
Berpijak pada kerangka berpikir seperti ini, maka iklim pemikiran umat Islam akhir-akhir ini perlu dikaji kembali. Banyak sekali kita jumpai beberapa golongan Islam yang tergesa-gesa menghukumi sesuatu. Mulai dari term takhayyul, bid’ah, khurofat (TBC) hingga pengkafiran terhadap sesama muslim masih sering kita dengar. Ketika seorang cendekia mengemukakan pendapat seputar revisi hukum waris misalnya, kalimat-kalimat yang tidak perlu diucapkan sering kita dengar. Atau, ketika seseorang menawarkan solusi pelaksanaan ibadah haji agar lebih teratur, cacian justru menghampiri. Ketika seorang intelektual mencoba memperjuangkan HAM, justru dianggap memusuhi Islam. Dsb.
Andaikan umat Islam lebih “daqiq” dalam mengkaji Islam berikut perkembangan da’wahnya, dan tidak mencukupkan pada ceramah Ustadz di tv, masjid, dan musholla secara instant, niscaya iklim pemikiran kita akan semakin maju. Insya Allah.





[1] Masyruiyyah Fiqh Al Waqi’, Rahmat Mu’taz
[2] Aunu al Ma’bud (Syarh sunan Abi Daud),  Syamsul Haq Abadi
[3] As Siyasah as Syar’iyyah..., Yusuf Qardlawi
[4] Sohih Muslim
[5] Al Muawathho’, Imam Malik
[6] Tarikh at tasyri’ al Islami, Muhammad Hudribeiy

1 Response to "Fleksibilitas Umar R.A"

  1. Basrul says:
    5 Februari 2011 pukul 05.26

    Assalamualaikum, Bapak Miftakhur Risal,,

    Mohon maaf atas ketidaknyamanan pengiriman email yang telat dari kami. Email info lengkap S2 Ekonomi ISlam Azzahra telah kami kirim ke email Bapak iftah_risal@yahoo.com

    Silahkan Cek Inbox email anda. Jika tidak ada, cek juga folder spam, lalu pindahkan email tsb ke folder inbox agar di kedepannya email dari kami langsung masuk inbox.

    Terima kasih. Semoga mencerahkan.
    Wassalamualaikum Wr. Wb
    Basrul Yandri

Posting Komentar