Comfort Zone dan Ilmu Instan


Kamis malam, saya bersama beberapa kawan serius mengkaji Ilmu Falaq (Astronomi). Kajian yang sudah berlangsung kira2 5 kali ini sungguh menggelitik pikiran saya. Kajian ini ibarat refresing otak saya yang terkadang bosan dengan tuntutan menghapal materi-materi kuliah yang ada. Memang, jurusan Sastra Arab yang saya ambil cenderung mengajak untuk mengasah pikiran daripada banyak menghapal, namun tetap saja bebrapa di antaranya masih menuntut hapalan murni.
Nah, kajian ilmu Falaq ini sedikit memberi saya “rehat pikiran” dari iklim hapalan tadi. Kajian diampu oleh Ust.Sofyan Yahya, Lc ini menggunakan kitab pedoman “Sullam an Nayyiroin”, sebuah kitab yang merupakan saduran dari metode Syeikh Ulugh Baik dari Samarkand ini, dikarang oleh  Imam AbdulHamid bin Muhammad al Batawi atas bimbingan gurunya Syekh Abdurrohman bin Ahmad al Mishri. Kitab itu sendiri tergolong sederhana apabila dibandingkan dengan buku-buku astronomi lainnya. Meskipun demikian, jangan harap anda yang tidak pernah mempelajarai ilmu falaq sebelumnya dapat melahap kitab ini tanpa bantuan tutor atau pembimbing. 
Di kesempatan dan waktu lain, sebagian kawan serius mempelajari disiplin  ilmu lain. Misalnya kajian Mawarits alias hal-hal yang berkaitan dengan warisan, suatu kajian yang terbilang cukup rumit. Ada bebrapa kawan lagi yang membentuk kelompok studi dan secara detil mempelajari  Fiqih Syariah, Ushul Fiqh, Filsafat, dsb. Begitulah gaya mahasiswa, kajian demi kajian memang sangat identik dengan kehidupa mahasiswa, termasuk mahasiswa KDI ini.  Apapun bentuk kajian tersebut, yang jelas hampir setiap hari  ada kajian non- universiter yang terselenggara.
Di lain pihak, ketika browsing internet  dan media lainnya, saya menemukan berbagai macam “alat” atau peranti-peranti yang mendukung manusia untuk mempelajari ilmunya. Di bidang ilmu falaq misalnya ada peranti bernama Stellarium yang penggunannya sangatlah mudah. Dalam hitung zakat atau warisan juga banyak peranti-peranti yang memungkinkan kita untuk menghitung dengan sangat cepat dan akurat. Bahkan “alat” untuk menentukan kedudukan kalimat dalam bahasa Arab (I’rob)pun  sudah ada.  Hal ini tentu saja sangat membantu siapapun yang sedang mengkaji disiplin-disiplin ilmu tersebut.
Namun,  saya sempat berpikir, bagaimana kalau “peranti-peranti”  tadi dibenturkan dengan iklim kajian yang saya singgung di atas? Artinya, peranti-peranti tadi  dijadikan “pengganti” dari rangkain disiplin ilmu yang berkaitan. Misal; ilmu falaq diganti dengan eksploitasi fungsi Stellarium yang punya fungsi hampir sama dengan Ilmu Falaq. Atau, software penghitung warisan menggantikan kajian mawarits, sehingga tidak perlu pusing memikirkan berapa persen bagian masing-masing. Atau, software I’rob menggantikan mata kuliah Nahwu yang menyita waktu dan njlimet itu??. Jika itu terjadi bukankah kita akan benar-benar masuk ke zona nyaman “belajar”?   dan bukankah secara bersamaan beban “usaha” kita terhadap  beberapa mata kuliah tadi juga kian ringan?
Saya tidak punya jawaban pasti tentang pertanyaan ini. Yang saya tahu adalah, bahwa pembuat atau penemu peranti-peranti sudah tentu berjasa besar dalam perkembangan metode pembelajaran. Apa yang mereka usahakan telah  memberi sumbangsih yang  sangat bermanfaat bagi kita. Mereka beberapa langkah lebih maju daripada kita yang hanya menjadi konsumen produk-produk tersebut.
Namun, ada yang bisa lakukan daripada sekedar konsumen. Apakah itu? yaitu dengan kembali  ke pola belajar atau pola kajian awal. Yang saya maksud adalah dengan terus menghidupkan iklim kajian secara serius. Tidaklah cukup bagi  kita dengan hanya mengndalkan kinerja alat-alat praktis. Ketrgantungan dengan hal-hal tersbut hanya akan menjebak kita dalam “ilmu-instan”, ilmu yang mudah didapat namun minim pendalaman. Ilmu Istant ini akan mematika iklim ilmiah di kalangan pelajar. Ilmu semacam ini juga tidak akan bisa menjawab problem secara detil, dan hanya konsentrasi di hal-hal sederhana saja. Apalagi, jika ilmu tersebut berkaitan dengan ilmu agama. Bisa jadi akan menelorkan fatwa-fatwa instant pula. Kajian Mawarits, ilmu Falaq, Fiqih Zakat, Qowaid Lughoh, dsb hendaklah terus  dikaji secara detil. Alat-alat atau peranti praktis hanyalah penunjang dan bukan pengganti.   (Miftahur Risal)







0 Response to "Comfort Zone dan Ilmu Instan"

Posting Komentar